Bertahan di Tengah Harga Gas yang Mahal, Ini yang Dilakukan Produsen Pupuk

By Admin

Pupuk Indonesia 

nusakini.com - Harga gas untuk industri pupuk di Indonesia sekitar US$ 6-7 per MMBtu, lebih tinggi dari negara lain yang berkisar US$ 1-3 per MMBtu. Untuk menyiasati hal ini, Industri pupuk harus memiliki strategi untuk tetap bertahan, bagaimana caranya?

Kepala Korporat Komunikasi, PT Pupuk Indonesia (Persero) Wijaya Laksana menjelaskan, gas berkontribusi sekitar 70% pada biaya produksi pupuk per ton. Salah satu yang dilakukan industri pupuk untuk menghemat pemakaian gas adalah dengan melakukan revitalisasi. 

Revitalisasi yang digunakan misalnya mematikan pabrik yang sudah terlampau tua dan membangun lagi pabrik dengan kapasitas yang sama. Hal itu guna menghemat konsumsi gas. 

"Dari 16 pabrik urea yang kita punya, 9 di antaranya itu umurnya sudah di atas 20 tahun. Konsumsi gasnya juga tinggi karena selain teknologinya sudah tua, pabrik tua juga sering mati karena rusak. Jadi boros ratekonsumsinya. Maka kita melakukan revitalisasi, yaitu membangun pabrik baru yang canggih dan hemat, untuk mengganti pabrik tua yang boros," ujar Wijaya, di Kementerian Perindustrian (Kemnperin), Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa, (13/9/2016). 

Pabrik yang telah selesai revitalisasi tahap 1 adalah Kaltim 5 pada bulan November 2015 untuk menggantikan Kaltim 1. Pada akhir 2016 nanti akan diselesaikan revitalisasi pabrik Pusri 2B di Palembang yang juga sudah tua. Serta satu pabrik lagi di Gresik, pabrik Amurea 2 yang diperkirakan sekitar 2018. 

"Revitalisasi pabrik tua boros contohnya yang tua tahun lalu ada pabrik Kaltim I di Bontang dibangun 1977 beroperasi tahun 1982 sudah lebih dari 30 tahun. Itu kami matikan dan bikin pabrik baru Kaltim V teknologi lebih baru konsumsi gasnya lebih hemat, produksi lebih bagus. Ini salah satu yang kami lakukan untuk mengatasi mengurangi konsumsi gas ini. Target utamannya bukan meningkatkan kapasitas tapi mengurangi konsumsi gas," kata Wijaya. 

Ia mengatakan, konsumsi gas pabrik tua sebesar 30 MMBtu per ton, sedangkan pabrik baru lebih hemat konsumsi gas sebanyak 5 MMBtu, yaitu menjadi 25 MMBtu. Dengan penghematan 5% gas sebagai bahan baku maka bisa menurunkan biaya produksi hingga triliunan. 

"Penghematannya bisa triliunan karena 75% kita gas doang," ujar Wijaya. 

Ia mengatakan, pada 2015 saat dolar sempat merangkak naik hingga Rp 16.000 per US$ 1 industri pupuk kewalahan membeli gas. Dengan begitu, ia mengatakan revitalisasi ini digunakan untuk penghematan energi. 

"Jadi kita mulai cari cara-cara baru biar efisien dan bisnis baru supaya kita tetap survive dan berkembang. Yang paling terpukul itu urea karena banyak menggunakan gas," katanya. 

Hingga saat ini ia mengatakan total produksi pupuk ada 12 juta ton per tahun. Ada 16 pabrik urea berkapasitas 8,8 juta, dan kapasitas pupuk NPK 3,1 juta dari total 4 pabrik. (b/mk)